Langsung ke konten utama

" ABAD KASAR DAN TERKIKIS. "

 Surakarta, 11 Desember 2024.

    Disclaimer(!!!):Dimohon kebijakannya untuk membaca dengan seksama,jangan ditelan mentah-mentah karena kita manusia yang berakal jadi silahkan gunakan  interpretasi anda sendiri semaksimal mungkin.Selanjutnya saya mohon maaf terlebih dahulu apabila kata-kata yang saya gunakan kurang tepat serta tanpa didasarkan untuk menyinggung pihak-pihak tertentu.


    Setiap manusia adalah khalifah yang sosoknya diberi mandat untuk menjaga dan melestarikan kehidupan di dunia untuk mencapai hakikat yang lebih mulia diakhirat, namun dibalik itu manusia sendiri yang mempunyai andil besar terhadap kerusakan disetiap lingkar dan sudut dunia.Kehidupan disini maknanya barang tentu bukan hanya mencakup fisik dan materi namun nilai-nilai dan sistem yang membentuk ekosistem dalam peradaban manusia dari zaman ke zaman itu sendiri, tetapi ketika membahas dalam kacamata realita dan eksistensial untuk terwujudnya kehidupan yang sempurna tersebut memang butuh adanya pengorbanan baik jiwa, raga bahkan nyawa.Untuk mencapai bangsa yang makmur misalnya, maka mau tak mau alam dan sumber dayanya perlu dieksploitasi, tenaga dan pikiran manusia juga perlu dicurahkan didalamnya.Maka bagaimana ketika kehendak bebas sebagian besar manusia dalam komunitas sosial yang mempunyai idealisme mencapai kehidupan dunia nan sempurna dan sesuai angan-angan mereka? sedangkan harus ada pengorbanan yang tiada hentinya untuk mencapai itu? maka sudah tentu jawabannya ada pada ilmu dan adab/etika.


    Sifat essensial yang melekat pada diri manusia adalah kebebasan dan kebutuhannya juga sebagai mahluk sosial, kebebasan kehendak akan menghantarkan manusia menuju idealisme nya dalam membentuk tatanan kehidupan dunia yang mempunyai estetika/keindahan, sedangkan sebagai mahluk sosial yang tinggal di komunitas sosial, manusia tidak serta merta megedepankan ego dan kebebasannya tanpa memikirkan orang lain yang hidup disekitarnya.Kedua sifat ini perlu seimbang sebagai bekal dalam kehidupan manusia.

    Maksud daripada penjabaran diatas adalah penegasan bahwasannya manusia yang merupakan sosok khalifah sendiri mempunyai sifat bawaan/dasar yakni perannya sebagai seorang individu (bebas) dan sebagai mahluk sosial (komunitas) yang keduanya perlu diseimbangkan lewat ilmu dan adab/etika.Ketika dalam suatu kasus ilmu dan adab tidak berperan maka kecenderungan manusia untuk menempatkan perannya dalam kehidupan besar kemungkinan tidak akan seimbang dan hanya akan merusak wasilah manusia sebagai seorang khalifah.

    Perlu kita pahami bahwa tujuan akan hadirnya ilmu dan adab/etika tidak semata-mata untuk memperoleh pengetahuan demi suatu kemajuan, namun juga membentuk mental yang kuat sebagai modal utama karakter manusia.Maka sejauh apa perkembangan ilmu dan teknologi tidak menunujukan kemajuan yang berarti bagi suatu negara ketika mental dan karakter bangsanya masih lemah.Tidak dipungkiri bahwasannya mental diperoleh lewat ilmu namun mental juga diasah lewat adab dan etika, jadi mental adalah wujud daripada keseimbangan dan gabungan kedua unsur tersebut.Mental menjadi unsur utama yang berperan penting dibalik layar dari ekosistem kehidupan manusia yang tidak dapat kita lihat langsung secara fisik.

    25 November lalu adalah hari guru, guru dan pendidikan perlu kita apresiasi melalui penghayatan yang dalam.Selain manusia sebagai sosok khalifah, sebagian bahkan setiap manusia pun menjadi sosok guru/pemberi ilmu yang mengabdi dalam mencerdaskan bangsa negara baik dari aspek pengetahuan maupun mental. Sosok ini akan kita temui hampir dalam setiap lini kehidupan hanya saja kita kurang memaknai hal tersebut.Dari usia dini contohnya pendidikan pertama sudah kita terima melalui sosok orangtua kita, yang dalam pandangan islam disebut dengan istilah 'madrasatul ula', beranjak keusia remaja hingga dewasa banyak sosok guru yang kita kenal juga melalui pendidikan sekolah menengah, dalam dunia perkuliahan pun para dosen akan membimbing setiap mahasiswannya untuk meraih keteladanan bahkan sosok guru dalam hal sederhana pun dapat kita temui pada seorang teman yang memberikan manfaat dan mendekatkan kita kepada tauladan yang baik dibanding mendekati sebuah kemudharatan.

    Dari sini kita dapat memhami bahwa melalui guru penyebaran ilmu pengetahuan, pengenalan adab/etika serta pembentukan mental dapat terjadi, setidaknya kita perlu belajar ketika melihat sejarah dari negeri sakura yang kala itu negara mereka dihancurkan dengan 2 jenis bom yang berbeda, pemimpin dan pemerintah mereka pun memberi wasiat bahwa guru menjadi sosok utama yang harus diselamatkan apapun yang terjadi, mereka tidak memilih dokter sebagai tenaga medis, mereka tidak memilih tentara sebagai batalion terdepan pertahanan ataupun mereka bahkan tidak menyelamatkan pebisnis-pebisnis ulung yang dapat memajukan ekonomi mereka pasca perang.Artinya mereka paham bahwa dari sosok hebat guru akan melahirkan sosok hebat lainnya, dari sosok guru bangsa dan negara tidak terjajah setidaknya oleh kebodohan, dari sosok guru mental dan karakter bangsa akan kuat dan mudah dibentuk.

    Lucu dan dilemanya justru terjadi dinegeri ini dimana banyak kasus ketika guru tidak mendapatkan keadilan, kurang diperhatikan dan tidak mendapatkan kelayakan hidup sebagai bentuk apresiasi kinerja yang telah diberikan maka sebenarnnya akan sulit untuk menyalahkan satu atau dua pihak karena sebenarnya ekosistem negara tersebut yakni mental negara kita sudah rusak bertahun-tahun yang lalu, dan ironisnya itu terjadi sekarang sebagai dampak daripada kerusakan yang telah terakumulasi sepenuhnya.Kasarnya mental negeri ini bukanlah mental yang menghargai sosok guru, masalah mental ini sudah mengakar dan menutup mata pemerintah yang berwenang menetapkan regulasi mulai dari pucuk hierarki hingga turun ke instansi-instansi terkait.

    Dalam kasus lain ketika didapati praktik korupsi dan penyelewengan jabatan, kita cenderung menyalahkan sosok yang melakukan atau ikut andil dalam hal hina tersebut dibandingkan melihat alasan yang mendasari hal tersebut terjadi, tentunya ini karena mental yang dimilliki pejabat dan pemerintah tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok khalifah/pemangku jabatan yang diberikan mandat oleh suatu bangsa dan negara.

    Kasus lainnya yang baru-baru ini mencuat adalah beberapa oknum yang disebut pemuka agama namun bahasa dan etika dasarnya tak sekalipun mencerminkan sosok yang perlu diteladani, mereka berlindung dengan kedok 'bercandaan' sedang forum yang mereka gunakan absah sebagai forum dakwah dan komunitas sosial yang tidak sepantasnya omongan tersebut keluar dari mulut yang sering berucap hal-hal suci, maka ini juga terkait defisit mental seorang figur yang perlu dibenahi setidaknya ketika mereka dilabeli sebagai seorang pendakwah

    Kasus dimana sebagian masyarakat negeri ini dilanda sifat opportunis yang menjauhkan kita dari bangsa yang mempunyai mental dan karakter kuat.Oknum-oknum dalam masyarakat tersebut menjauhkan kita dari sifat tauladan dan karakter yang baik misalnya dalam perspektif islam " Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah "sungguh hal tersebut sepertinya sudah jauh dari kenyataan yang terjadi baru-baru ini.

    Lagi-lagi kasus dimana kemajuan teknologi dan media informasi/sosial justru menjadi alat-alat jajah yang modern, banyak kasus pelecehan timbul dari platform ini, statement-statement yang hanya membodohi bukannya mencerdaskan umat manusia, bahkan mungkin hanya mencederai adab dan etika yang telah terbentuk melalui caci maki, penghinaan yang ujungnya kembali ke klarifikasi yang sejatinya tak menyelesaikan siklus bodoh yang terus terjadi ini.

    Sudah ditegaskan sebelumnya bahwa mental sebagai wujud dari produk ilmu dan adab serta tidak dapat dilihat secara fisik, maka mudahlah kita melihat hancurnya suatu negara ketika mungkin saja pemerintahannya tumbang terkudeta rakyat, krisis ekonomi yang terjadi dengan nilai-nilai anggaran yang defisit ataupun daerah penuh bangunan yang hancur lebur akibat perang, tapi dibalik itu kita akan cenderung kesulitan melihat hancurnya suatu negara dari aspek mental yang bekerja dibalik ekosistem yang berjalan karena sifatnya yang laten dan perlu peran dan kesadaran dari segenap manusia untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Berikut sepenggal bait;

Antah-Berantah  

Bangunan tinggi seribu kaki

Pemegang mandat terlabeli suci

Masyarakat yang sahaja dengan ilmu tinggi

Mungkin doktrin yang mulai terpatri


 Apakah sungguh realita yang terjadi

Atau hanya bualan yang makin menjadi

Masa dimana banyak penyakit hati

Semuanya tak begitu berarti

 

Bak merawat semak belukar

Dipangkas agar tak semakin mengakar

Namun apakah pendirian masih tegar

Ketika didapati seekor ular


Membangun harus siap merusak

Mendirikan bangunan perlu menghancurkan pasak

Perlu merasakan hati yang sesak

Untuk memperoleh niat yang masak


"Miskin harta dapat dicari, miskin mental? jiwa pun tak berarti lagi."

~Dwiki A.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"PERINGATAN DARURAT,KETIKA BANGSA DIJAJAH OLIGARKI RAKYAT MESTI MENGGUGAT."

Surakarta,24 Agustus 2024.    

"MENILIK HISTORIS LEWAT MADILOG."

 Surakarta,14 September 2024.

SATIRE 1.0 "OPINI KECIL DALAM LAPISAN RAKYAT"

Surakarta,6 September 2024.