Langsung ke konten utama

SATIRE 1.6 " MENGINJAK JASAD YANG DINGIN "

Surakarta, 26 Juni 2025.

Disclaimer(!!!):Dimohon kebijakannya untuk membaca dengan seksama,jangan ditelan mentah-mentah karena kita manusia yang berakal jadi silahkan gunakan  interpretasi anda sendiri semaksimal mungkin.Selanjutnya saya mohon maaf terlebih dahulu apabila kata-kata yang saya gunakan kurang tepat serta tanpa didasarkan untuk menyinggung pihak-pihak tertentu.

    Sore itu sejenak Ku ajak kaki berjalan menyusuri setiap bekas jejak ribuan manusia, setidaknya yang  pernah singgah, pernah mengadu nasib, mengumpat dan bersumpah-serapah atas dunia atau menerka-nerka peluang dan kesempatan yang terungkit di benak mereka. Tanah tempat naungan daun yang berguguran itu adalah saksi bisu atas sebuah penciptaan, kebencian, keindahan, pengalaman, kegagalan, pembantaian atau akhir sebuah peleburan. Perantara untuk kembali kepada tuhan, rumah bagi jasad dingin terkulai hampir tak berbekas atau tempat manusia dijagal dengan leher yang bercucuran darah hitam kebencian.

    Berlomba untuk menjadi pemenang di atas semua penghargaan, berusaha tampak beriman di bawah ketiak tuhan, saling bermain peran agar dinilai menjanjikan, seniman yang melukiskan kehancuran, mengaitkan akal dengan nafsu yang terluapkan, bertoleransi atas ketidakadilan, keranjang sampah penuh nurani terbuang, logika cacat yang terus berulang atau argumen yang nadanya tak semerdu sebuah balok note nyanyian. Muak sudah ego Ku menalari hal yang tak logis itu, maka Aku sudahi langkahku sore itu karena surau telah melayangkan bait-bait merdu ajakan sembahyang.

    Entah berapa kali manusia diperingatkan akan adanya kekacauan, tak tahu berapa lagi abu yang terbakar dan dituai untuk ditanam, merasa bingung akan pencapaian hingga semua cara dilibas demi sebuah kejayaan, mengambil ribuan nyawa di tengah jalan, para pecundang sejati yang tak mau mengakui kekalahan atau seburuk-buruknya mereka yang tak pernah menyesali bahkan menyadari kesalahan. Memang apa yang ditawarkan dunia selain kematian? kian hari mereka mencemooh itu seakan punya suatu kewenangan. Maka apa bedanya manusia dengan bangkai berjalan? seolah ingin berteriak mendeklarasikan diri sebagai tuhan padahal dimata manusia dengan jenis yang sama mereka hanya serpihan batu loncatan.

    Sambil melepaskan penutup telinga buatan pabrik Cina, aku mendengar bait lagu terakhir dari seorang penyanyi yang memberikan sindiran halus pada pendengarnya. "Menimbun surga yang tak bisa dibagi" , sekilas itu lirik cepat yang sulit ditangkap mengingat ritme lagunya lebih cocok dalam sebuah obrolan. Maka seluruh apa yang dijanjikan kehidupan sudah berusaha dijelaskan lantang oleh penyanyi ini, entah untuk sekelas figuran yang populer apakah setiap maknanya dapat mengalir ke hati penggemarnya atau mereka hanya sekedar memasukan benda asing ke telinga, haha' sungguh konsumerisme yang bijak.

    Dahulu kala jauh sebelum revolver atau kaliber sejenis dirilis, jauh sebelum pria tua berjas hitam lengkap dengan dasi kerap mengadakan rapat undang-undang, yakni zaman ketika sekumpulan homo sapiens berebut hasil berburu dan ramuan, era di mana yang kuat setidaknya tak habis terkoyak dalam perkelahian. Yang sesaat kemudian beralih ke zaman aksara tentunya spesies ini menemukan sejuta kemudahan, ini juga merupakan sebuah penanda akan adanya awal atau titik-balik kemajuan peradaban melalui sebuah komunikasi. Anda sekalian apakah mengerti pentingnya penemuan ini? sederhananya apa yang Anda semua kenakan dan perjuangkan baik saat ini atau masa depan adalah akumulasi daripada hasil komunikasi berabad-abad lamanya. Makanan dan minuman, pakaian, rumah, materi, kendaraan bahkan pada cakupan yang luas seperti bangsa dan negara adalah sedikit contoh dari konsep yang terbentuk atas adanya suatu alat pertukaran dan kesepakatan informasi atau mudahnya sistem komunikasi. Sejarah komunikasi yang baik akan mempercepat pembentukan gagasan dan penyebaran informasi secara menyeluruh, semakin perkembangannya linear maka semakin maju juga teknologi zaman sekarang. Suatu makanan A misalnya tidak akan dinamakan A jika tidak ada kesepakatan mengenai resep dan tampilannya, rancangan rumah dan mobil tentunya akan lebih mudah berinovasi melalui sebuah kerja sama, pakaian modis sekarang adalah bentuk daripada selera yang disalurkan melalui survey pendapat, bahkan suatu negara gagah berdiri adalah perkembangan daripada sebidak tanah kosong yang mencapai konsensus terkait strukturnya.

    Maka sebenarnya informasi sudah ada dan jauh melekat sebelum manusia dikonsepkan, ayat-ayat suci yang menjelaskan mengenai sang maha kuasa sebagai dzat yang menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan dibumi, dzat yang memberikan anugerah dan ke-bermanfaatan atau memberikan konsekuensi logis sebagai fondasi pengampunan. Sejak daripada lahir manusia telah diberikan karunia berupa informasi yang tertanam dalam jiwanya mengenai fitrah nya didunia, maka tak perlu berbelit untuk memikirkan dan menafsirkan segala informasi yang tak diketahui, cukup apa yang di pikul di pundak bagi seluruh umat yang beriman.

   Kebermanfaatan ini kadang dilecehkan, manusia hanya tahu cara menghidupi tanpa berbagi, membunuh tanpa mengasihi, mengejar dengan saling-sikut dan mendahului, bersama bagai teman  namun tak ragu menyakiti, tak lekang di mata tapi melempar kotoran yang menodai. Sesederhana bersyukur saja terkadang sulitnya seperti menghentikan harimau mendengkur. Amanah yang telah sepenuhnya diberi sudah sepatutnya digunakan untuk mencari kebenaran dan kebahagiaan sejati, bukan untuk diri sendiri melainkan demi moralitas bersama yang kadang luput untuk disadari, karena sesungguhnya runtuhnya suatu bangsa bahkan dunia dimulai dari satu manusia.

Referensi yang merujuk;

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, lalu Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
 Q.S. An-Nahl: 78


“There is but one truly serious philosophical problem, and that is suicide.”
Camus, A. (1942). The Myth of Sisyphus. Gallimard.


Your life is the sum of your experiences. Not your bank account.”
Perkins, B. (2020). Die With Zero: Getting All You Can from Your Money and Your Life. Houghton Mifflin Harcourt.


Harari, Y. N. (2015). Sapiens: A Brief History of Humankind. Harper.

Referensi lirik lagu;

♪ Efek Rumah Kaca – "Putih"
♪ Hindia – "Untuk Apa?"
♪ Burgerkill – "Darah Hitam Kebencian"

Berikut sepenggal bait;

Celaka

Hisap nafsu bagai binatang !
Menelan ludah, harap semua terbuang
Mengkhianati dan saling membangkang
Berduka atas seorang pemenang

Menangkap butiran debu yang tersapu
Menghunjam bedebah yang ingin menyatu
Tak terjamah akal saat itu
Sebuah pemberhentian tak tentu

Mengores luka sebilah telapak tangan
Mengundang nestapa...mengaburkan keinginan...
Realitas akan sebuah angan-angan
Menelanjangi esensi kedewasaan

Merudapaksa sang perawan
Meluapkan segala bejat kesenangan
Celaka wahai kesesatan !
Ia hanya bujuk rayu setan

Lahap seekor binatang, enggan menegur sang jalang.

~Dwiki A. 

© 2025 Dwiki Ariyadi Wisnu Suputra. All rights reserved.

 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

"PERINGATAN DARURAT,KETIKA BANGSA DIJAJAH OLIGARKI RAKYAT MESTI MENGGUGAT."

Surakarta,24 Agustus 2024.    

"MENILIK HISTORIS LEWAT MADILOG."

 Surakarta,14 September 2024.

SATIRE 1.0 "OPINI KECIL DALAM LAPISAN RAKYAT"

Surakarta,6 September 2024.